Alhamdulillaah, Buletin ketiga dari UGD RSI Aisyiyah Malang telah selesai dibuat. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah memberikan kemudahan dalam menulis buletin ini. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Semoga kelak di akhirat kita dikumpulkan menjadi pengikut beliau, amin ya robbal ‘alamiin.
Pada buletin kali ini penulis membawa topik tentang diare, salah satu penyakit yang cukup sering melanda masyarakat, dan menjadi penyebab kunjungan pasien terbanyak no.3 di UGD RSI Aisyiyah. Apa saja penyebab diare dan bagaimana cara pengobatannya, mari kita simak penjelasan berikut.
Apa Diare itu?......
Menurut WHO (World Health Organisation), diare merupakan buang air besar (BAB) dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari , dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Terkadang orang tua kerap bertanya-tanya apakah bayinya mengalami diare. Pada anak-anak, konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada anak belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti hari-hari pada umumnya. Kadang kotoran/feses pada diare juga dapat berupa lendir atau darah.
Apa Penyebab Diare?
Penyebab diare pada bayi/anak dan dewasa ada yang berbeda. Penulis akan menjelaskan penyebab bayi/anak dan dewasa tersebut.
Penyebab diare pada bayi/anak:
Infeksi virus
Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Menurut WHO, rotavirus turut berkontribusi sebesar 15-25% diare pada anak usia 6-24 bulan.
Infeksi Bakteri
Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Escherichia coli bisa saja merupakan penyebab diare pada anak. Anak kemungkinan mengalami diare akibat infeksi bakteri jika diare yang dialaminya sangat hebat, diikuti dengan kejang, terdapat darah di tinjanya, serta demam.
Parasit
Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. Penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus. Gejala giardiasis diantaranya adalah banyak gas, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, perut kembung, serta diare.
Antibiotik
Jika anak atau bayi mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai dokter memberikan persetujuan.
Makanan dan Minuman
Terlalu banyak jus (terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan kandungan fruktosa yang tinggi) atau terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut bayi “kaget” dan menyebabkan diare
Alergi Makanan
Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pada bayi biasa terjadi pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan pada dokter jika anda mencurigai ananda memiliki alergi makanan. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya adalah diare) dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam.
Intoleransi Makanan
Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susu.
Penyebab diare pada Dewasa
Beberapa penyebab diare pada dewasa mirip pada anak tapi ada juga yang berbeda, yaitu :
- Infeksi virus
- Infeksi bakteri
- Infeksi parasit atau jamur
- Keracunan makanan
- Alergi makanan tertentu
- Penggunaan obat-obatan tertentu, misal antibiotika
- Stress psikologis
- Gangguan fungsi pertahanan tubuh (imunologis) misal pada penyakit Chron disease, ulcerative colitis
Bagaimana Pengobatan Diare?
Pada diare pengobatan utama adalah untuk mengatasi dehidrasi atau kekurangan cairan yang timbul akibat diare. Pengobatan dehidrasi ini dengan memberikan cairan yang mengandung elektrolit (misal oralit) untuk menggantikan cairan yang keluar melalui diare. Cairan diberikan peroral (diminumkan) dengan jumlah tertentu. Bila pasien tidak bisa minum misal muntah yang terus-menerus atau dehidrasi sangat berat hingga pasien tidak bisa minum maka cairan diberikan lewat infus.
Adapun tanda-tanda dehidrasi adalah sebagai berikut:
- Mata cekung/cowong dan pada bayi ubun-ubun cekung
- Mukosa/selaput lendir di mulut/lidah yang kering. Kadang pada dehidrasi berat air mata tidak keluar/diproduksi
- Turgor kulit yang menurun. Hal ini dapat dilihat dengan mencubit kulit (pada dewasa antara kedua alis, pada anak di perut), pada kondisi normal kulit akan kembali cepat, pada dehidrasi kulit kembali lambat lebih dari 2 detik
- Timbul rasa haus. Pada anak/bayi biasanya rewel minta minum
- Kencing mulai jarang
- Pada kondisi dehidrasi berat pasien bisa tidak sadar. Pada bayi/anak biasanya malas/tidak mau minum
Pengobatan berikutnya adalah dengan mengobati penyebab dari diare, atau diberikan obat-obatan yang bersifat adsorben (penyerap racun) Khusus pada orang dewasa bisa diberikan obat-obat yang bisa memperlambat gerak usus sehingga dapat mengurangi diare/nyeri saat BAB.
Pencegahan diare
Untuk menghindari supaya tidak tertular diare, berikut cara pencegahan yang bisa dilakukan :
- Pemberian ASI eksklusif, sampai usia 6 bulan. Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah resiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat ASI.
- Hindarkan penggunaan susu botol. Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung habis sekali minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri.
- Penyimpanan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan bakteri.
- Penggunaan air bersih untuk minum.
- Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan). (pw)
Leave a Reply